Wednesday 26 August 2015

Legenda Ki Boncolono (Maling Genthiri/Robin Hood) Kediri

Selamat pagi sobat blogger, di pagi yang cerah ini telusur budaya dan sejarah kembali posting mengenai suatu legenda yang termasyur di Kediri dan peristiwa ini terjadi pada masa penjajahan kolonial, legenda tersebut adalah mengenai Ki Boncolono, kisah selanjutnya yang saya ambil dari berbagai sumber adalah sebagai berikut...

Pada masa penjajahan tersebutlah seorang pendekar yang sangat sakti mandraguna yang sepak terjangnya sangat mengganggu kolonial yang menduduki wilayah Kediri, pendekar tersebut bernama Ki Boncolono dan dibantu oleh Tumenggung Mojoroto dan Tumenggung Poncolono, ketiga pendekar ini tidak tahan melihat penindasan kolonial terhadap rakyat Kediri maka yang dilakukan oleh three musketeer ini adalah mecuri dana menjarah harta kolonial dan saudagar kaya untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat miskin yang membutuhkan, sebutan rakyat Kediri kepada para pendekar tersenut adalah Maling Genthiri atau jika di kisah film barat adalah Robin Hood kali yaa :)

Nah pendekar ini tentu saja tidak ditakuti oleh rakyat karena kehadirannya membawa berkah dan sangat ditunggu aksi sepak terjangnya oleh rakyat Kediri, namun tidak demikian dengan kolonial yang merasa sangat terganggu dengan sepak terjang the three musketeer ini, singkat cerita kolonial menyewa pendekar lokal yang mau menjilat dan mendukung kolonial untuk imbalan sejumlah uang dan harta, oiya kesaktian Ki Boncolono adalah jika beliau terkepung maka dimana saja beliau bersembunyi maka akan langsung hilang, entah itu di pohon atau di tembok dan dimana saja. Selain itu kesaktian Ki Boncolono adalah jika ada salah satu bagian tubunhya terpotong maka jika menyentuh tanah dengan segera bagian tubuh itu akan menyatu kembali seperti sediakala, mungkin sobat ingat film Jaka Sembung yang mempunyai musuh tangguh bernama Ki Hitam dengan ilmu yang bernama Rawe Rontek..mungkin seperti itulah gambaran kesaktian Ki Boncolono, bedanya Ki Boncolono berada di garis putih sedangkan Ki Hitam berada di garis hitam.

Singkat cerita lagi, para pendekar pribumi penjilat kolonial yang mengetahui kelemahan Ki Boncolono segera menyusun strategi untuk menyerang Ki Boncolono dan seperti biasa kisahnya adalah Ki Bonolono tertangkap dan dengan mudah dapat dihabisi kolonial dengan dibantu para pendekar pribumi yang berkhianat pada bangsa dan rakyatnya sendiri, pemakaman Ki Boncolono dilakukan terpisah, konon menurut legenda, kepala Ki Boncolono dimakamnakn di suatu tempat yang berada di Kota Kediri (selatan Kediri Mall/Sri Ratu, sekarang yang ada Transmart) yang terkenal dengan sebutan Ringin Sirah (Ringin=Pohon Beringin dan Sirah=Kepala), sedangkan tubuhnya dimakamkan di Bukit Mas Kumambang yang berada di sebelah utara Goa Selomangleng dan berada di depan (di Timur) Gunung Klothok (sumber dari sini)

Berikut dokumentasi yang saya ambil waktu klutusan di makam Ki Boncolono beserta Tumenggung Mojoroto dan Tumenggung Poncolono

Pintu masuk makam Ki Boncolono
Makam Ki Boncolono
Makam Tumenggung Mojoroto
Makam Tumenggung Poncolono
Jalan turun yang curam dari makam menuju kebawah

Jalan naik yang juga curam menuju ke makam, siap-siap ngos-ngosan :)
Prasasti dari Pemkot Kediri terhadap penyerahan Astana Boncolono dari keturunan Ki Boncolono ke Pemkot Kediri
Pintu gerbang Astana Boncolono
Demikian sobat blogger, postingan telusur budaya dan sejarah kali ini..semoga dapat membawa manfaat bagi kita para generasi saat ini yang ingin tahu mengenai sejarah leluhur kita jaman dahulu, selamat pagi dan selamat beraktivitas

Tuesday 25 August 2015

Punden Makam Poncowati Juwah Kepung Kediri

Selamat pagi sobat Blogger, karena saya nglilir (baca : terbangun) sekitar satu jam tadi, maka saya manfaatkan untuk posting di blog telusur budaya dan sejarah, kali ini saya akan posting mengenai punden berupa makam yang dikenal dengan nama Punden Mbah Poncowati dan lokasinya berada di tengah persawahan di area Desa Juwah Kecamatan Kepung Kabupaten Kediri, Desa Juwah sendiri letaknya berdekatan (istilahnya tonggo desa/tetangga desa) dengan Desa Siman dimana di Desa Siman terdapat Prasasti Mbah Gurit, Monumen Harinjing dan Punden Bogor Pradah

Mbah Poncowati ini dikenal sebagai saudara dari Mbah Poncotoyo yang pundennya ada di kramatan (baca : makam) yang berada di Desa Siman, menurut legenda penduduk setempat (Desa Siman) pada jaman dahulu ada empat pendekar yaitu Raden Poncotoyo, Raden Poncowati, Raden Poncolegowo dan Raden Anengpati yang mbabat alas atau membuka hutan untuk dijadikan permukiman/desa, namun keempat pendekar ini kemudian berpisah untuk babat alas di tempat/daerah yang lain.

Berikut sedikit kisah mengenai keempat tokoh diatas yang salah satunya adalah Mbah Poncowati..
Konon ketika terjadi peperangan yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro pada tahun 1825 – 1830 dan akhirnya Sang Pangeran menunai kekalahan akibat penghianatan Kolonial Belanda dan akhirnya para pengikutnya bertebaran ke berbagai daerah demi keamanan dan kesinambungan perjuangan mereka.

Salah satu dari para prajurit Pangeran diponegoro adalah Raden Poncoreno putra seorang Demang yang menjabat di wilayah Kadipaten Kediri. Raden Poncoreno melangkahkan kaki menyusuri daerah selatan Pulau Jawa dan beliau singgah di kediaman Kakeknya yaitu seorang Tumenggung di wilayah Kadipaten Tulungagung yang bernama Raden Tumenggung Suratani II.

Raden Poncoreno mendapat petunjuk dari kakeknya untuk mencari dan tinggal di wilayah tepi sungai Konto di utara Gunung Kelud. Sang Tumenggung mengenal tempat tersebut ketika ayahnya yaitu Raden Tumenggung Suratani I mendapat tugas dari kerajaan untuk berperang mendamaikan wilayah Kadipaten  Malang. Raden Poncoreno akhirnya mengikuti petunjuk kakeknya dan melanjutkan perjalananya sampai di wilayah tepi Sungai Konto yang tepatnya di wilayah Taman Wisata Selorejo yang pernah dijadikan Padang Golf. 

Beliau tinggal di sana hingga mendapatkan banyak anak cucu dan kerabat. Raden Poncoreno mempunyai empat orang saudara 1. Raden Poncotoyo (Mbah Karsiman) tinggal di Desa Siman, 2. Raden Anengpati (Mbah Jimat) tinggal di Desa Keling, 3. Raden Poncolegowo (Mbah Macan Wulung) tinggal di Wonosalam, 4. Raden Poncowati (Mbah Patih) tinggal di Desa Juwah. (sumber dari sini)

Berikut dokumentasi Punden Makam Poncowati yang sempat saya abadikan, dan kondisi punden ini begitu apa adanya (baca : tidak terawat), oiya saya ke punden ini ditemani oleh adik saya yang bernama Suwaji yang bertindak sebagai guide dan memberikan sedikit cerita mengenai keberadaan punden ini.

Melintasi ladang jagung bersama adik saya, Suwaji menuju punden Mbah Poncowati

Kondisi punden yang sangat memprihatinkan

Menurut Suwaji makam Mbah Poncowati terletak dibawah batang pohon kamboja yang tumbuhnya melintang diatas makam (makam tertutup batang kamboja)


Terdapat sebaran bata kuno area punden

Bata kuno juga dijadikan pagar keliling punden yang kondisi pagarnya telah ambrol/roboh


Demikian sobat Blogger, posting hasil klutusan telusur budaya dan sejarah di Desa Juwah Kecamatan Kepung kabupaten Kediri, semoga postingan ini bermanfaat bagi kita semua agar ikut serta nguri - uri atau memelihara benda peninggalan sejarah masa lalu dan (semoga) dapat mengungkapkan benang merah mengenai kejayaan Kerajaan Kediri masa lalu... Salam Sejarah dan Budaya. Kediri Jayati 

Bata Kuno Di Desa Botolengket Sukorame Kediri

Selamat pagi sobat Blogger, telusur sejarah dan budaya hadir kembali dengan postingan hasil klutusan (baca : jalan - jalan) di Desa Botolengket Kelurahan Sukorame Kecamatan Mojoroto Kediri, di desa ini banyak terdapat bata kuno (kira - kira berukuran 30x20 cm dengan ketebalan 6 cm) yang oleh penduduk setempat disusun sedemikian rupa dan berfungsi sebagai pagar tembok, kondisi bata kuno tersebut bervariasi, ada yang masih utuh namun banyak juga yang kondisinya pecah/tinggal separo.

Uniknya bata kuno yang dijadikan tembok ini tidak menggunakan semen sebagai perekat, jadi disusun begitu saja, menurut saya ada baiknya penyusunan apa adanya ini karena jika menggunakan semen maka (mungkin) akan merusak fisik dari bata kuno tersebut dan nilai estetika dan sejarahnya akan berkurang atau malah rusak.

Adanya bata kuno di Desa Botolengket ini karena ditengarai adanya perkiraan bahwa pusat Kerajaan Panjalu/Kadiri/Kediri berada di antara lereng Gunung Klothok dan Botolengket yang lokasinya bersebelahan dengan Desa Bujel Kediri (sumber dari sini)

Meskipun 'hanya' berupa bata kuno namun seharusnya kita peduli dan menghargai peninggalan sejarah masa lalu karena di masa lalu tersebut sudah terdapat peradaban yang besar dan maju di jamannya.

Berikut dokumentasi bata kuno yang sempat saya ambil di Desa Botolengket Kediri.




Demikian sobat Blogger postingan saya kali ini, semoga postingan ini dapat menambah rasa cinta kita akan peninggalan sejarah dan budaya yang (sebaiknya) harus kita tingkatkan lagi agar tidak hilang ditelan waktu dan agar kita tidak kaget bahwa orang manca (baca : bule) ternyata lebih mengerti dan paham mengenai sejarah dan budaya masa lalu dibandingkan dengan kita sendiri yang notabene adalah anak negeri ini, Salam Sejarah dan Budaya


Friday 14 August 2015

Punden Bogor Pradah Siman Kepung Kediri

Selamat pagi sobat Blogger..jumpa kembali dengan postingan dari Telusur Budaya dan Sejarah yang tetap blusukan ke situs - situs yang berkaitan dengan budaya dan sejarah masa lalu.
Kali ini saya mengunggah posting tentang situs punden yang berada di Dusun Bogor Pradah Desa Siman Kec Kepung Kab Kediri, nama punden tersebut mempunyai nama yang sama dengan dusunnya yaitu Punden Bogor Pradah atau warga setempat menyebut Punden Mbah Bogor Pradah, apa dan bagaimana kisah dari punden ini..? Mari kita lanjut lebih dalam...

Dari cerita warga setempat yang merupakan cerita turun temurun, mengisahkan bahwa tempat tersebut bukanlah makam namun seperti petilasan tempat peristirahatan sementara ketika Mbah Bogor Pradah melewati dusun tersebut, namun cerita ini belum terbukti kebenarannya karena dari situs di internet disebutkan bahwa Bogor Pradah adalah suatu kerajaan yang diperintah oleh Dewa Simha dan situs pendermaannya berada di Dusun Bogor Pradah Siman Kepung Kediri. Saya pribadi membuat gambaran bahwa yang dinamakan pendermaan seharusnya berupa candi, misalnya seperti Candi Tegowangi yang merupakan pendermaan bagi Bhre Matahun (sumber dari sini), namun untuk situs Bogor Pradah yang saya temui (maaf) hanyalah suatu tempat yang ada pohon besar (saya kurang tahu nama pohon tersebut) dan dibawahnya terdapat 2 (dua) arca (saya juga kurang tahu nama arca tersebut), satu arca utuh dan dalam kondisi yang lumayan bagus, sedangkan satu arca lagi kondisinya kepalanya sudah hilang, menurut adik saya (Sdr. Suwaji) yang menemani saya blusukan, arca tersebut adalah singa dan bisa masuk akal karena kedua kaki arca tersebut menangkup lurus didepan (sikap siaga).






Selain arca, yang terdapat di area ini adalah lumpang batu yang berada di timur arca (di belakang arca) dan beberapa benda mirip lumpang kecil yang ada didepan arca






Masih menurut adik saya, bahwa punden tersebut ramai dikunjungi orang jika tiba hari Kamis Malam Jumat, dan di tempat tersebut sudah dibangun pendopo yang bermanfaat bagi pengunjung punden Bogor Pradah untuk berkumpul.



Namun setelah saya berkeliling dan mengambil foto di punden Bogor Pradah ini, saya menemukan beberapa bongkah bata kuno, saya heran dan jadi berpikir ulang..jika di sekitar punden ini terdapat bongkahan bata kuno, bisa jadi dulunya tempat ini pernah berdiri candi yang mungkin saat ini masih terkubur di dalam tanah..who knows?? Memerlukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan bahwa di lokasi tersebut berdiri sebuah candi



                                                             
Demikian sobat yang bisa saya sampaikan di postingan kali ini, semoga bermanfaat untuk menambah wawasan kita semua dan sampai jumpa di telusur situs berikutnya...

Tuesday 11 August 2015

Melestarikan Budaya dan Sejarah Indonesia (2)

Selamat malam sobat Blogger, di postingan kali ini saya ada pertanyaan untuk sobat semua...bangunan apakah yang ada di gambar di sebelah kiri ini ? Sangat benar jika sobat menjawab bahwa bangunan tersebut adalah sebuah monumen, namun monumen apa ? Untuk memperingati peristiwa apa dan dimana lokasinya ? Mungkin hanya beberapa sobat saja yang mengetahui detil mengenai monumen tersebut. 

Baiklah saya akan memberikan informasi mengenai monumen tersebut sebagai pembuka postingan saya tentang upaya pelestarian budaya dan sejarah bangsa kita Indonesia, monumen tersebut adalah Monumen Harinjing yang bertujuan untuk memberikan apresiasi kepada Bhagawanta Bari yang telah berjasa membangun dawuhan atau sistem irigasi yang terdiri dari saluran dan bendung atau tanggul (sumber dari sini) di Kali (sungai) Harinjing (masyarakat sekitar Desa Siman Kec. Kepung Kab. Kediri juga menyebut sebagai Kali Serinjing) dan untuk lokasinya monumen ini berada di Desa Siman Kec. Kepung Kab. Kediri sekitar 30 KM arah Timur dari Kota Kediri. Monumen ini diresmikan pada tanggal 24 Maret 1986 oleh Bupati Kediri Bp. Asmono untuk memperingati dan memberikan apresiasi atas jasa Bhagawanta Bari.

Ini adalah salah satu peninggalan yang (sepertinya) mulai terlupakan, terbukti dari kondisi yang ada di lokasi monumen, dimana catnya mulai pudar terpapar matahari dan lingkungan sekitar monumen yang banyak ditumbuhi tumbuhan liar tanpa pemeliharaan yang berarti dari pihak terkait, memang monumen ini bukan peninggalan sejarah masa lalu sebelum masehi namun mengingat keberadaannya merupakan suatu apresiasi, maka sebaiknya keberadaan bangunan ini tetap dipelihara agar dapat menjadi pelajaran yang berharga bagi generasi saat ini dan anak cucu kita di masa mendatang agar rasa bangga terhadap bangsa kita tetap ada dan terjaga sehingga tidak minder dengan budaya asing yang senantiasa merangsek ke kehidupan kita saat ini.

Posting selanjutnya saya akan mengunggah mengenai peninggalan bersejarah yang banyak tersebar di Kediri (di Kota dan Kabupaten), mengapa Kediri saya jadikan prioritas utama ? Hal ini karena ada 2 alasan utama yaitu :

1. Di Kediri (yang dulu berdiri Kerajaan Panjalu dengan ibukota bernama Dhaha) dan kerajaan ini begitu berjaya di masanya (sebelum era Kerajaan Mojopahit) namun sampai saat ini belum diketahui keberadaan lokasi kerajannya berada, namun peninggalannya berupa situs, arca, artefak dan prasasti banyak ditemukan di berbagai lokasi.

2. Karena Kediri adalah tempat kelahiran saya yang berarti tanah leluhur saya (dan selanjutnya saya dibesarkan di Surabaya) jadi saya merasa terpanggil untuk ikut Nguri - uri atau menjaga peninggalan bersejarah yang ada di Kediri.

Situs yang saya unggah, saya utamakan situs yang saat ini luput dari perawatan maksimal dari dinas terkait dan tujuan saya adalah menyuarakan (istilah kaskusnya menyundul/sundul/up) agar dinas yang berwenang sadar untuk tetap merawat peninggalan bersejarah yang ada, situs yang kurang terawat (yang sudah saya kunjungi) antara lain :
- Situs Tondowongso
- Situs Sumbercangkring
- Situs Semen
- Situs Setono Gedong
- Situs Pradah (Prasasti Paradah)
- Situs Calonarang
- Situs Sendang Tirto Kamandanu
Ulasan situs diatas berdasarkan pengalaman kunjungan saya di situs tersebut dan referensi dari berbagai sumber yang ada di internet.

Demikian sobat Blogger, posting saya kali ini dan akan saya sambung dengan posting berikutnya..semoga bermanfaat dan terimakasih telah membaca postingan ini dan mohon kiranya sobat memberikan komentar sebagai koreksi bagi saya, terimakasih

Melestarikan Budaya dan Sejarah Indonesia

Selamat malam sobat Blogger..dengan mengucap Basmalah, saya akhirnya membuat blog yang isinya mengulas tentang telusur terhadap budaya dan sejarah bangsa yang menurut saya saat ini dalam kondisi yang kritis, karena generasi saat ini sedikit sekali kepeduliannya (jika tidak boleh dibilang tidak peduli) terhadap peninggalan budaya dan sejarah masa lalu dan terlalu menikmati budaya luar dan hura - hura seperti yang banyak ditampilkan di berbagai media massa seperti televisi dan terutama internet yang sangat membudaya saat ini.

Sebenarnya tidak ada salahnya mengikuti perkembangan budaya dan teknologi namun yang harus diingat adalah seharusnya ada keseimbangan agar pengetahuan mengenai budaya dan sejarah bangsa dengan kemajuan teknologi menjadi proporsional, seperti quote yang berbunyi "live is like riding a bycle, to keep your balance, you must keep moving" by Albert Einstein (sumber dari sini). Menurut pendapat saya artinya adalah kita harus tetap "bergerak" dalam hal bergerak mengikuti perkembangan budaya dan teknologi sekaligus bergerak untuk melestarikan budaya dan sejarah bangsa, agar kita tetap ingat dari manakah kita saat ini berasal, dan sebagai catatan yang harus diingat bahwa nenek moyang kita dulu sudah memiliki teknologi yang tidak kalah hebat dengan yang ada saat ini, salah satu bukti nyata adalah dengan adanya Candi Borobudur yang diakui dunia sebagai salah satu keajaiban dunia

Oleh karena itu marilah kita sebagai generasi saat ini mulai peduli dan (berusaha) melestarikan peninggalan budaya dan sejarah bangsa agar tidak terkubur dan terlupakan begitu saja, masak orang asing saja begitu mengagumi keberagaman budaya (dan juga sejarah) bangsa kita ini, sedangkan kita yang jelas - jelas makhluk asli Indonesia tidak mempunyai kepedulian sama sekali dengan apa yang ada di Indonesia (semoga hal itu hanya pemikiran apriori saya saja), dengan motto "Kalau Bukan Kita Siapa Lagi dan Kalau Tidak Sekarang Kapan Lagi" marilah kita budayakan mencintai dan melestarikan peninggalan budaya dan sejarah bangsa Indonesia.

Demikian sobat, kalimat pembuka saya di postingan blog saya ini, semoga dapat membawa manfaat bagi kita semua dan terimakasih sudah membaca serta mohon agar sobat berkenan meninggalkan komentar untuk koreksi dan kemajuan blog sederhana ini.